Mengapa mesti ada studi filsafat? Apa pentingnya belajar filsafat di zaman era isdustri 5.0 sekarang –filsafat Islam lagi? Ini adalah pertanyaan yang sangat sering mengemuka dikalangan masyarakat yang dihubungkan dengan fakta adanya studi filsafat Islam yang diajarkan di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia. Para akademisi di bidang ini bahkan bergabung ke dalam sebuah wadah bernama Asosiasi Akidah dan Filsafat Islam.
Asosiasi Akidah dan Filsafat Islam (AAFI) baru-baru ini menyelenggarakan Lokakarya Akidah dan Filsafat Islam dan pengukuhan Pengurus AAFI Periode 2022 – 2026. Lokakarya dan pengukuhan pengurus baru tersebut dilaksanakan di Hotel Grand Keisha, Yogyakarta 19 – 21 Oktober 2022. Menurut ketua penyelenggara lokakarya, Dr. Imam Iqbal, acara ini dihadiri oleh para perwakilan dari 26 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Terpilih sebagai ketua asosiasi periode 2022-2026 adalah Dr. Kholid Al-Walid, seorang doktor filsafat Islam dan pernah belajar cukup lama di Iran, negeri yang dikenal sebagai salah satu pusat studi filsafat Islam di dunia, karena dari Negeri Persia inilah lahir para filsuf Islam terkenal seperti Ibnu Sina, Suhrawardi, hingga Mulla Sadra.
Selama ini, studi filsafat Islam dikesankan hanya sebatas studi yang mengawang-awang, sehingga tidak sampai memberikan sumbangsih yang nyata dengan problem yang dihadapi oleh bangsa saat ini. Dalam sambutannya saat dilantik, Dr. Kholid yang juga adalah Ketua STAI Sadra, Jakarta, menyatakan bahwa bangsa Indonesia saat ini sangat memerlukan pemikiran para penstudi akidah dan filsafat Islam, dan sumbangsih itu tidak hanya disampaikan di ruang-ruang kelas tetapi diterapkan didalam kehidupan.
Lain dari itu, Prof. Mukhtasar Syamsuddin dalam sambutannya menyatakan bahwa pemikiran filsafat selama ini hanya identik dengan way of life. Prinsip seperti itu menurut Prof Mukhtasar menyebabkan filsafat sulit berkembang, karena prinsip ini bermakna bahwa filsafat itu sangat ideologis dan dogmatis. Padahal, filsafat juga sebenarnya punya dimensi sebagai way of thinking. Menurut Prof. Mukhtasar, perlu dipikirkan bagaimana menempatkan filsafat sebagai way of thinking.
Apa yang disampaikan oleh Prof. Mukhtasar ini sebenarnya sangat serasi dengan salah satu pengertian filsafat, di mana dikatakan bahwa ilmu ini mengajarkan manusia untuk berpikir radix (mendalam, hingga ke akarnya). Di dunia filsafat dikenal sebagai prinsip bahwa berpikir filsafat itu dicirikan dengan upaya menggali dan menyelami kenyataan atau ide sampai ke akar-akarnya, untuk menemukan dan mengangkat dasar-dasar pemikirannya secara utuh ke permukaan.
Sementara itu, cendekiawan Muslim Prof. Dr. Amin Abdullah dalam paparan tentang Pengembangan Bidang Kajian Aqidah dan Filsafat Islam di Era Society 5.0. mengatakan bahwa AFI justru punya potensi untuk memberikan sumbangsih yang sangat strategis di era sekarang ini. Menurut Pro. Amin, era society 5.0. dikenal dengan istilah better human life society, sehingga, di zaman sekarang, fokusnya bukan lagi kepada teknologinya, melainkan kepada manusianya, apakah mereka bisa bahagia atau tidak dengan segala macam fasilitas dan teknologi di era modern saat ini. Di sinilah filsafat bisa memberikan kontribusinya. Hanya saja, filsafat selama ini banyak diabaikan. Bahkan, dalam konteks akidah Islam, ada kecenderungan untuk memberikan stigma sesat dan kafir kepada studi fisafat ini. Padahal, tanpa belajar filsafat, tak mungkin muncul sikap berpikir kritis, sementara di zaman sekarang ini, manusia berhadapan dengan beragam aliran pemikiran mulai dari half-truth, post-truth, hingga non-truth.
Jadi, menurut Prof. Amin, kaum Muslimin justru sangat membutuhkan filsafat Islam ini, dan menjadi tanggung jawab para akademisi filsafat, khususnya yang tergabung ke dalam AAFI untuk menjawab tantangan ini, sehingga masyarakat dapat memahami tentang filsafat islam yang sesungguhnya.
DOKUMENTASI