Pekanbaru – Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau menggelar kuliah umum dengan menghadirkan pakar filsafat, Dr. H. Fahruddin Faiz, M.Ag, Jum’at (19/09/2025). Kegiatan ini mengusung tema “Rethinking Ilmu-Ilmu Ushuluddin di Era Disrupsi” yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa, dosen, dan civitas akademika.
Mengawali materi, Dr. H. Fahruddin Faiz mengajak mahasiswa untuk merefleksikan kembali niat dalam memilih jurusan maupun profesi. “Luruskan dulu niatnya. Apapun profesi kalian, jadilah yang terbaik, berikan yang terbaik, barulah hidup bisa harmonis,” ujarnya. Ia juga menyinggung konsep amor fati atau cinta pada takdir, bahwa manusia seharusnya mampu menerima kehidupan dengan penuh kesadaran.
Dalam pemaparannya, beliau menegaskan bahwa ilmu-ilmu Ushuluddin memiliki peran penting dalam merespons berbagai tantangan zaman. Menurutnya, era disrupsi yang ditandai dengan kemajuan teknologi, perubahan sosial, dan pergeseran budaya menuntut pemikiran kritis serta pembacaan ulang terhadap khazanah keilmuan Islam.
“Ilmu Ushuluddin tidak boleh hanya terjebak pada teks semata, tetapi harus mampu berdialog dengan realitas. Dengan demikian, nilai-nilai keislaman tetap relevan untuk membimbing umat di tengah derasnya arus perubahan,” ungkap beliau.
Lebih lanjut beliau menjelaskan, setidaknya ada tiga bentuk disrupsi yang dihadapi saat ini, yakni: Disrupsi Otoritas, di mana otoritas keagamaan tidak lagi sepenuhnya terpusat pada ulama atau lembaga resmi, melainkan tersebar di ruang digital dan media sosial. Disrupsi Epistemologi, sumber pengetahuan yang diperoleh saat ini tidak tidak hanya lewat teks suci dan ulama tetapi juga dari ilmu lain (sains, psikologi, bahkan algoritma digital). Disrupsi Praksis Hidup, persoalan-persoalan baru yang muncul saat ini (AI, bioetika, krisis iklim) yang sulit dijawab lewat epistemologi teologi klasik.
Untuk menjawab ketiga tantangan tersebut, menurut Dr. Fahruddin Faiz, sarjana Ushuluddin harus memiliki seperangkat kompetensi kunci, antara lain: kesadaran kritis, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, keterampilan komunikasi dan storytelling, literasi digital dan media, kepemimpinan dan kompetensi lintas budaya, serta kemampuan penelitian akademik dan penulisan ilmiah.
Di akhir materinya, beliau menekankan pesan yang memberi angin segar sekaligus optimisme bagi para sarjana Ushuluddin
“Ilmu Ushuluddin akan selalu relevan sepanjang zaman, asalkan sarjananya mampu mengontekstualisasikan ajaran agama dengan isu-isu yang berkembang dan bertransformasi. Dari yang semula hanya menjadi ‘penjaga tradisi’, kini juga dituntut sebagai ‘pembaca sejarah’ sekaligus ‘penuntun arah’ bagi umat di tengah arus disrupsi,” tegas Dr. H. Fahruddin Faiz.
Kegiatan ini berlangsung interaktif, di mana peserta aktif mengajukan pertanyaan seputar tantangan pemikiran Islam di era digital, isu pluralisme, hingga peran filsafat dalam menumbuhkan sikap kritis.
Dengan menghadirkan tokoh pemikir seperti Dr. H. Fahruddin Faiz, Fakultas Ushuluddin UIN Suska berkomitmen untuk terus mengembangkan ruang akademik yang dinamis, inklusif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman. (Muhammad Fajri-red)